Bagi yang belum baca epsode sebelumnya dan ingin membacanya, silahkan klik link berikut:
OK, sampai dimana ceritanya? O ya, di cerita sebelumnya aku sudah dalam pesawat dengan nomor penerbangan UA 838 keberangkatan Tokyo menuju San Fransisco. Dan yang jadi fenomena, aku terbang pada pukul 04.05 pm, 26 Juli 2009 waktu setempat dan tiba pada pukul 09.20 am, 26 Juli 2009 waktu setempat (Jamnya mundur). Dan aku juga shalat fardhu 10 kali dalam tanggal yang sama. Hmmm... Kenapa ya?
Inilah anehnya kalo berpergian melewati garis bujur 180 derajat. Kita jadi seakan-akan melewati lorong waktu, mundur sehari. Belahan bumi timur mendapat sinar matahari terbit lebih dulu jadi belahan bumi mendapati tanggal baru lebih dahulu dari pada belahan bumi barat. Saat Tokyo jam 04.05 pm, 26 Juli 2009, maka USA mainland bagian barat masih jam 01.05 am, 26 Juli 2009. Nah berarti Jepang sudah mengalami matahari terbit (bahkan hampir tenggelam) tapi USA mainland bagian barat belum mengalaminya (bahkan umur tanggal 26 baru 1 jam). Nah, saat aku terbang ke barat (masih dalam belahan bumi timur) aku mengalami sunset. Esoknya (masih dalam pesawat) aku mengalami sunrise dan aku sudah berada di belahan bumi barat. Tapi itu bukanlah sunrise untuk tanggal 27 Juli 2009, tapi sunrise untuk tanggal 26 Juli 2009. Ingat! Bagian timur mendapat sinar matahari terbit lebih dahulu dari pada bagian barat. So ini gilirannya belahan bumi bagian barat untuk mendapatkan sunrise. Jadi, sunrise kali ini adalah sunrise yang kedua yang aku alami pada tanggal 26 Juli 2009(sunrise pertama aku alami di Singapura). Dan sunset ke dua alami di Denver, ibu kota negara bagian Colorado.
Lah trus, kenapa ampe shalat fardhu 10 kali? Bukannya cukup 5 kali saja? Ya aku pake dalil umumnya saja. Sekalipun aku mengalami tanggal 26 lebih lama daripada biasanya, tapi secara prkatek itu tetap 2 hari (2 kali sunrise dan 2 kali sunset gitu loh). Aku menjalani tanggal 26 selama 38 jam*, dari Singapura hingga USA (kok 38 jam? lihat penjelasannya di bagian akhir postingan ini). Nah, kan sudah ditetapkan waktu-waktu shalat. Ya sudah, kalau aku melihat mega merah saat matahari tenggelam berarti waktu shalat Maghrib, saat matahari tenggelam dengan sempurna maka itu tanda waktu shalat isya, saat Fajar mulai menampakkan tanda-tandanya, maka waktu shalat shubuh telah tiba, dan seterusnya. Aku berpatokan pada tanda-tanda itu, tak peduli tanggal berapa saat itu. Jadi total shalat fardhu yang aku jalani pada tanggal 26 Juli 2009 ada 10 kali.
OK, kembali ke alur cerita...
Saat terbangun di waktu fajar (masih tanggal 26 Juli neh...) aku menunaikan shalat shubuh dalam pesawat. Aku bangun hanya mengandalkan ritme biologisku yang biasa bangun di waktu shubuh dan pertolongan Allah. Karena jam saat itu hampir tiada gunanya. Soalnya zona waktu terus berubah gara-gara aku terus bergerak. Apalagi beda zona beda waktu shalat (Itulah manfaat mengetahui tanda-tanda waktu shalat, so jangan hanya sekedar mengandalkan jam). Setelah selesai shalat shubuh, aku coba membuka sedikit penutup jendela.
"Wah, masih gelap".
Setelah agak terang, aku coba melihat ke arah luar kembali.
"Wah, ternyata masih diatas samudra pasifik. Tapi airnya gak keliatan euy. Ketutupan awan"
Aku melihat di layar, terdapat informasi tentang temperatur suhu di luar pesawat. Ternyata lumayan jauh di bawah 0 derajat celcius. Tapi berhubung di atas awan dan uap air juga sudah sangat rendah, aku tak menjumpai es yang pada nempel di pesawat. Lagian pesawatnya kan terbang dengan kecepatan tinggi, kalaupun ada butir es pasti dah terbawa angin. Tapi ternyata aku sempat melihat beberapa titik kristal-kristal es dengan bentuknya yang khas yang mungkin berasal dari uap air yang terjebak diantara kaca jendela (jendela pesawat itu brelapis).
Tiba-tiba terlintas dipikiranku tentang keluargaku di Indonesia. Aku teringat saat ibuku meneleponku saat aku masih di Singapura. Ternyata menerima telepon di luar negeri itu kena charge, mahal pula. Saat aku lihat pulsaku, hanya tersisa 200 sekian rupiah. It means, aku gak bisa ngapa-ngapain, kecuali menerima sms doang. Sudah banyak aku menerima sms dari ibuku. Ibuku bilang dia tak bisa menghubungiku. Ya bagaimana bisa, pulsaku sudah di ambang batas, balas sms juga tak bisa. Dari pesan-pesannya, aku merasakan ibuku sangat khawatir karena tak bisa menjangkauku melalaui ponselku. Tapi aku bisa apa?
"Wah, pasti mamah khawatir dan kemungkinan besar dia nangis terus. I know her well..."
Tapi akupun tak bisa ikut-ikutan berkhawatir ria. Aku harus konsen dan berhati-hati pada perjalananku. Apalagi ini first time buatku. Aku hanya bisa berdoa...
"Hasbunallah wani'mal wakil, ni'mal maula wani'mannasir",
Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.
Tak terasa, pesawat sudah mendekati bandara. Peswat beberapa kali berputar-putar diatas awan. Dan ternyata, land-nya gak keliahatan, hanya awan dan awan. Tapi berkat sistem radar dan navigasi, akang pilot dan co-pilot bisa menemukan lokasi landasan.
Pesawat mulai terbang merendah. Aku merasakan kepala peswat sudah lebih rendah dari pada ekornya. Dan pesawat pun menembus awan yang bertempuk-tumpuk. Wow! Seperti kabut dan asap tebal saja. Aku jadi teringat pikiranku tentang awan waktu masih duduk di Taman Kanak-kanak. Aku kira awan itu suatu yang padat sehingga aku bisa berdiri dengan mapan diatasnya. Ternyata tidak demikian, hehehehe...
Di San Fransisco International Airport
Alhamdulillah, pesawat sudah mendarat di San Fransisco International Airport. Wew, ternya panas juga. Dan, berhubung San Fransisco adalah first entry point-ku di USA, praktis aku harus mengurus status keimrigasianku. Aku berdoa moga-moga aku tidak terkena second interview. Ternyata Allah berkehendak lain. Ya sudah...
Apa itu second inteview? Sebenernya nama resminya bukan second interview, tapi apa gitu... Lupa saya. Semenjak peristiwa runtuhnya gedung kembar WTC di NYC, USA menjadi lebih phobia. Sistem di bandara menjadi lebih ketat. Bahkan ngurus Visanya pun lebih ribet dari pada negara-negara lain. Nah, tiap warga negara asing yang akan memasuki wilayah kedaulatan USA, mereka akan di wanwancarai secara singkat. Tapi gak kaya ngelamar kerjaan. Tapi walaupun singkat tapi kan yang ngantri bejibun, tetep aja lama. Nah itu first interview. Second interview itu dilakukan secara acak (gak tau juga sih sistemnya gimana, tapi yang jelas gak semua ngalami second interview). Yang kena second interview itu biasanya yang laki-laki. Dan barang siapa yang kena second interview, harus melapor saat dia meninggalkan USA. Kalo enggak? Jangan harap bisa masuk USA lagi.
denah San Fransisco International Airport
Dan akhirnya aku dibawa ke tempat khusus. Ngantri lagi, Hhhh... Kali ini ngantrinya lama banget. Dan ternyata, aku ketemu Bang Simon lagi.
"Jiah! Kena second interview loe, Bang?"
"Iya neh..."
Setelah mengisi beberapa formulir, aku duduk di kursi tunggu.
Dan gara-gara second interview ini, jadi banyak yang ketinggalan pesawat. Untungnya aku tiba di SF airport jam 9:20 am dan keberangkatanku yang berikutnya jam 13:54 pm. Masih ada banyak waktu.
Ada seorang bapak-bapak dari negeri Tiong Kok, dia gak bisa Bahasa Inggris. Tapi emang Chinese itu dimana-mana. Jadi dia gak begitu bermasalah. Chinese itu dah kayak bahasa kedua di USA. Di mana-mana ada aja orang yang ngobrol pake Bahasa China. Bahkan salah satu petugas di ruangan itu orang China (atau keturunan ya? Yang jelas mukanya muka muka orang China). Ya sudah si bapak-bapak itu ditanyain pake Bahasa China.
"Wah enaknya. Aku harus belajar Bahasa Inggris dulu biar bisa sampe ke USA. Lah dia... Waaa... Btw, ada yang dari Indonesia gak ya heheheh... Keknya gak ada deh..."
Akhirnya Bang Simon dipanggil. Dia dibawa keluar, entah kemana. Sejak saat itu aku tak bertemu dengannya lagi. Ruangan makin sepi saja.
Singkat cerita, namaku di panggil. Aku di bawa keluar. Ternyata aku dibawa ke tempat first interview, hanya beda loket saja. Ditanya ini, itu, tinggi badan, berat badan, de el el.
"Ini wawancara buat masuk USA apa buat ngedaftar male model sih, sampek ditanya begituan..."
Akhirnya kelar, dan aku segera menuju Bagage Claim. Aku mendapati Koperku yang gedhe sudah tergeletak. Aku segera membuka kunci koperku. Soalnya kalo gak dibuka, pihak bandara akan memaksa membukanya untuk diperiksa. Kalo dipaksa ya rusak lah...
kondisi salah satu koridor di San Fransisco International Airport
Kemudian aku menuju tempat check-in baggage.
"Hmmm... petugasnya ramah juga ya.."
Sekali lagi sebelum memasuki Terminal, aku diperiksa. Tas ku, sepatuku, badanku, semuanya deh. Aku melihat begitu banyak orang bule, negro, dan ras internasional lainnya. Begitu fasihnya mereka berbahasa Inggris, sampe-sampe aku gak paham mereka ngomong apa...
"Beugh, guwe di USA... di USA bro...!!! USA...!!! Waaa...!!!" Rasanya gimana gitu... [udik mode is ON]
Langsung aja aku menuju Terminal 3 untuk menuggu di lobby tunggu. Setelah menunggu lama di lobby, aku baru nyadar aku salah gate.
"Masya Allah... salah to...?"
Lansung saja aku sambar tas ransel dan laptopku. Aku langsung meluncur ke Gate yang benar.
"Alhamdulillah, I can make it in time..."
Tak lama kemudian aku masuk ke kabin pesawat. Kali ini pesawatnya lebih kecil. Maklumlah penerbangan domestik, ngapain juga gede-gede. Aku melewati ruang kelas eksekutif. Keren euy... Tapi bagiku kelas ekonomi sudah mantap, kayak di bis eksekutif rasanya. Dapat earphone, selimut, makanan dan minuman lagi. Dan lagi, aku duduk di samping jendela. di samping seorang cewe bule yang asik ngobrol dengan temannya melalu ponsel.
Pesawat United Airlines dengan nomor penerbangan UA720 mulai mengangkasa menuju Denver , Colorado...
Sehabis shalat dhuhur yang di jama' dengan ashar, aku coba melihat daratan di Benua Amerika bagian utara ini. Kering bet dah...
Eh, cewek sebelahku ngajak ngobrol. Mungkin penasaran kali ya liat wajah ras melayu. Ya sudah akhirnya kami ngobrol. Aku bertanya pada si cewek,
"What's that? Is that desert?" tanyaku sambil menunjuk ke arah luar?
"What?" Matanya tampak menunjukkan ekspresi bingung.
"Is that desert?" Ulangku.
"Oh, do you mean desert?" tanyanya.
"O yeah..." Tau gak, ternyata aku salah melafalkan desert. Aku melafalkan "desert" seperti "dessert", yang berarti makanan penutup. Jiah... Malunya....
Akhirnya dia ngejelasin kalo itu bukanlah gurun, hanya daratan kering karena kecilnya jumlah hujan. Dia banya cerita tentang lingkungan daerah situ.
.....
Di Denver Airport
Singkat cerita, pesawat yang aku naiki mendarat di Denver Airport. Di sinilah bandara yang paling menyebalkan dan membingungkan yang pernah aku masuki...
Bersambung...
Nantikan kisahku selanjutnya...
=============
* Kenapa 38 jam? Perhatikan. Aku mulai menjalani tanggal 26 Juli 2009 pukul 00.00 di Singapura. Zona waktu singapura sama dengan WITA. Aku mengakhiri tanggal 26 Juli di USA jam 00:00 27 Juli 2009. Untuk menghitung jumlah jam yang kita lalui kita harus menggunakan zona waktu yang sama. Saat USA jam 00:00 27 Juli 2009, di singapura sudah pukul 14.00 27 Juli 2009. Nah dari jam 00:00 26 Juli hingga 14:00 27 Juli 2009 berapa jam tuh? 38 jam toh?
6 Response to Dari Jakarta ke USA - Part IV
yap saya harap Mr.Yugo dapat membuat dan melanjutkan ceritanya yang lebih seru lagi.lanjutkan!!dan salam buat presiden Obama di Amerika.
@ sangpemimpidunia
Kamu tu Kiki to? Anyway thanks dah mau komen.. ^_^
ooo..nama kiki tuh banyak..maaf kiki yang mana yaa??
@ Sang Pemimpi Dunia: Hmmm... Feeling informatika-ku mengatakan demikian. Caramu menjawab, link yang kamu sediakan, dan foto profilmu yang kau pasang memperkuat dugaanku... (Haiyyah...)
asyik yah perjalanannnya. BTW tukaran link donk. Aku di ita-agusdiary.blogspot.com
@ Ita:
Makasih dah mau baca. Eh, blognya pindah pake multiply.com ya? Kalo mau komen harus sign in dulu ya? T_T
Post a Comment
I'll be glad if you leave a comment below. But, please don't spam my blog. Any comments containing spams, porn matters, harassment, and insulting words will be deleted from Luka Angin.