Sunday, April 22, 2012

Seperti Apa Keadilan dan Kesetaraan Gender Itu?

Categories: ,

Telinga saya tergelitik mendengar suara-suara di luar sana yang meminta penyetaraan gender. Hak dan kewajiban  laki-laki dan perempuan harus setara, setara di sini setara di sana, dan banyak lagi. Dan semakin marak ketika wacana RUU KKG (Kestaraan dan Keadilan Gender) di-blow up oleh media. Banyak wanita mendukung, banyak pula wanita yang menolak. Lalu apa itu Kesetaraan Gender? Dan apa pula Keadilan Gender? Lagi-lagi saya hanya ingin menyampaikan sepintas pendapat saya. Hanya pendapat, I can be wrong. Dan pendapat-pendapat saya ini memang jelas terdapat pengaruh ajaran Islam. I am a Muslim, anyway.



Dalam draft RUU KKG disebutkan (mohon maaf kalau ternyata terdapat draft versi yang lebih baru) bahwa:
Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan untuk mengakses, berpartisipasi, mengontrol, dan memperoleh manfaat pembangunan di semua bidang pembangunan.

Keadilan Gender adalah suatu keadaan dan perlakuan yang menggambarkan adanya persamaan hak dan kewajiban perempuan dan laki-laki sebagai individu, anggota keluarga,masyarakat, dan warga negara.
*Draft RUU KKG bisa Anda unduh di internet. Silahkan googling saja. Banyak kok.

Kita manusia Indonesia, manusia yang sudah merdeka (literally), di mana diskriminasi gender seharusnya tak ada lagi. Saya rasa di jaman sekarang, di Indonesia, jarang sekali terdengar kasus diskriminasi gender. Di negara ini, wanita boleh-boleh saja jadi dokter, jadi ahli hukum, menteri, bahkan presiden (dan Megawati menjadi presiden pertama Indonesia). Bahkan ada kok yang jadi supir, kuli, atau tukang becak. Well, saya tidak sedang membahas seberapa boleh wanita bisa bekerja di sini. Yang jelas negara ini tidak melarang wanita melakukan pekerjaan-pekerjaan yang saya sebutkan di atas. Masyarakat juga tampaknya nrima-nrima saja kok. Lalu, di mananya yang tidak setara? Mau sesetara apalagi?

Dulu, di jaman Kartini hidup (dan saya pun tidak membahas mengenai kontroversi dan konspirasi tentang Kartini di sini), keadaannya memang terdapat diskriminasi gender. Wanita tidak boleh sekolah tinggi-tinggi, kerjaannya cuma dapur-sumur-kasur, dapur-sumur-kasur. Yang lain gak boleh. Ya jelaslah, yang begini ini yang mendzalimi wanita. Wanita akan menjadi bodoh jika diperlakukan seperti itu. Bagaimana bisa wanita bisa membesarkan anaknya dengan cerdas kalau sekolahnya saja cuma sampai SD? Bisa-bisa terlahirlah generasi bodoh dan terjajah. So, sangat benar jika wanita juga harus menjadi terdidik, harus jadi pintar. Wanita adalah tiang negara. Di jaman sekarang, berapa saja wanita Indonesia yang sudah menjadi doktor dan profesor? Banyak, Saudara-saudara!

"...Wanita adalah tiang negara..."

Berikut salah satu isi surat Kartini tahun 1902:
“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukan sekali-kali, karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya, tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya; menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.”
Anda lihat, betapa mulianya pekerjaan wanita itu? Pendidik manusia yang pertama-tama.

Dalam opini saya, wanita dan pria memang setara. Tapi mereka tetaplah berbeda, baik fisik maupun psikologinya. Mereka memiliki kodrat dan fitrahnya masing-masing. Mereka memiliki peranannya sendiri yang tidak bisa digantikan. Peranan mereka saling melengkapi, tidak bisa mereka berjalan sendiri -sendiri, pria tanpa wanita, atau wanita tanpa pria. Mereka membutuhkan satu sama lain. Di hadapan Tuhan, semua manusia itu setara. Yang membedakan hanyalah ketakwaannya. Yang bertakwa, dialah yang mulia lagi berderajat tinggi tanpa peduli dia itu anak siapa, jabatannya apa.

"...Peranan mereka saling melengkapi, tidak bisa mereka berjalan sendiri-sendiri, pria tanpa wanita, atau wanita tanpa pria. Mereka membutuhkan satu sama lain..."

Saat kita berbicara keadilan, maka "adil" itu tidak sama dengan kata "sama". Adil itu sesuai dengan apa yang telah diperbuatnya atau kewenangannya. Seorang pencuri ayam tidak bisa dihukum seperti koruptor yang mencuri milyaran rupiah uang rakyat. Dan kewenangan seorang manager juga tidak sama seperti kewenangannya karyawan biasa. Masing-masing memiliki porsinya. Jika semua disamaratakan, yang terjadi justru ketidakadilan. Akan tidak adil jika seorang direktur dibayar setara dengan buruh, kan?

Apakah hak dan kewajiban wanita dan pria sama? Maka dalam opini saya, saya menjawab, tidak sepenuhnya sama. Mungkin benar jika wanita punya hak untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan pria. Mungkin benar jika wanita memiliki hak untuk diperlakukan sama di muka hukum negara ini. Tapi untuk sebagian kasus lain, hak dan kewajiban mereka tidak bisa disamakan. Mengapa hak wanita berbeda dengan pria? Karena memiliki kewajiban yang berbeda. Kewajiban yang berbeda melahirkan hak yang berbeda pula. Seperti pada paragraf sebelumnya, manager memilik kewajiban yang berbeda dengan karyawan biasa, sehingga melahirkan hak dan kewenangan seorang manager tidak bisa disamakan dengan karyawan biasa.

"...Kewajiban yang berbeda melahirkan hak yang berbeda pula...."

Lalu dimana perbedaannya? Pria menjadi pemimpin keluarga, wanita menjadi pembimbing anak-anaknya. Di situ saja sudah berbeda kewajibannya. Yah, Anda sekalian tahulah perbedaan tugas suami dan istri. Rasanya tak perlu saya bahas di sini. Pada dasarnya pria itu pemimpin. Ya saya tau benar, di luar sana banyak sekali pria-pria pecundang yang tak bisa memimpin dengan becus, yang menelantarkan anak dan istrinya. Asal Anda tahu, menjadi pemimpin yang baik itu pilihan. Mereka yang seperti karena tidak mau menjadi pemimpin yang baik. Anyway, ini tidak merubah kodrat pria sebagai pemimpin. Kita lihat saja pemimpin-pemimpin besar dunia. Mungkin benar terdapat yang wanita diantara mereka, tapi tetap lebih besar jumlah prianya kan? Sejarah sudah membuktikannya.

Lalu apakah wanita itu lebih rendah daripada pria? Siapa bilang? Siapa bilang menjadi pembimbing dan pengajar anak-anak tidak semulia menjadi pemimpin rumah tangga? Siapa bilang mengurus anak tidak semulia mencari nafkah untuk menghidupi keluarga? Siapa bilang pemimpin itu selalu lebih mulia dari yang dipimpin? Siapa bilang?

Lalu keadilan macam apa yang diinginkan? Keadilan memporeh pendidikan sudah disebutkan dalam UU Sisdiknas, keadilan di muka hukum juga sudah disebutkan dalam UUD 1945. Yang bagaimana? Apakah wanita lajang boleh tidak mengindahkan perintah ayahnya untuk tidak pulang larut malam? Apakah wanita juga ingin menjadi imam dalam shalat untuk suami dan anak-anaknya? Apakah wanita juga perlu mendapat hak waris yang sama dengan pria? Yang seperti itu? Entah kenapa para dewan yang terhormat disibukkan dengan hal macam ini. Satu hal lagi, pria memiliki tanggung jawab dunia dan akhirat kepada istrinya. Apakah wanita juga ingin memiliki tanggung jawab macam ini kepada suaminya? Saya yakin tidak. Untuk sekilas (sekilas doank) tentang hak waris sudah saya tulis artikelnya di: http://yugoananda.blogspot.com/2010/12/stop-complaining-girls.html

Saya sudah mengatakan bahwa kondisi fisik dan psikologi wanita berbeda dengan pria, apa iya masih tetap mau disama-samakan? Mau disamakan seperti apa? Saya pun mengakui wanita itu mahluk Tuhan yang indah, penuh kelembutan dan kecantikan. Sudah sewajarnya pria yang melindungi wanita dan bukan sebaliknya.  Jadi sekali lagi, mau disamakan seperti apa? Apa wanita juga ingin muncul sebagai pelindung kaum pria? Apa mau wanita disuruh angkat-angkat barang-barang berat? Tidak, kan? Ataukah, pokoknya disamakan, giliran yang gak enak dikembalikan ke laki-laki? Apakah maunya pria dituntut melakukan tugas-tugas wanita di rumah tangga, tapi giliran wanita diminta melakukan tugas-tugas pria di rumah tangga kemudian menolak?  Itu kan namanya cari enaknya doank. Masa' iya, wanita disuruh benerin genteng,  nambal pipa bocor? Ya saya juga tau, terkadang suami dan istri perlu men-switch tugasnya dikarenakan suatu hal. Tapi bukan itu esensinya, dan tetap saja segala sesuatunya akan lebih baik jika suami mengerjakan tugas suami, istri mengerjakan tugas istri. Wanita adalah wanita, pria adalah pria. Tak tergantikan.

"...Wanita adalah wanita, pria adalah pria. Tak tergantikan..."

Saya sendiri jadi bingung emansipasi itu yang seperti apa. Kebanyakan yang saya lihat di masyarakat, kalau ada hak-hak pria yang tampak menyenangkan, wanita ingin juga memilikinya. Giliran kewajiban pria yang tampak tidak menyenangkan, wanita tidak mau menerimanya. Pas berebut angkot, "Eh, ladies first... Ladies first..." giliran angkat-angkat, "Yang cowok donk, gimana sih?" Jadi bagaimana? Hanya persamaan hak, tanpa persamaan kewajiban? Lalu keadilannya dimana? Saya tanya, apakah wanita pantas diminta untuk ronda tengah malam? Tentu tidak. Kenapa? Karena wanita dan pria itu berbeda. Ingat, perbedaan kewajiban melahirkan perbedaan hak. Maka menjadi sangat tidak adil jika kewajibannya berbeda tapi haknya sama.

"...Saya tanya, apakah wanita pantas diminta untuk ronda tengah malam? Tentu tidak. Kenapa? Karena wanita dan pria itu berbeda..."

Well, sebenarnya saya cuma ingin mengkritisi penyusunan RUU KKG ini. Saya hampir tidak melihat poin-poin baru dalam RUU tersebut. Jadi seperti buang-buang tenaga para dewan ini. Tapi saya juga tidak melihat keterkaitan RUU ini dengan lesbian atau perkawinan sejenis seperti yang ditakutkan para penentang RUU ini. Toh, kekerasan rumah tangga yang dilakukan suami terhadap istri bisa digugat di muka pengadilan. Dan pemerkosaan yang dilakukan pria terhadap wanita juga dianggap kriminal dan ada sanksi pidananya.

Jadi kesimpulannya apa? Wanita dan pria memang setara, tapi fungsi dalam masyarakat itu berbeda. Kewajibannya juga beda. Dan asal Anda tahu, pekerjaan pengajar generasi pertama-tama adalah pekerjaan mulia, dan itu dianugerahkan kepada kaum Hawa. Jika Anda seorang ibu, maka peran Anda sebagai pengajar dan pengasuh anak-anak Anda tidak bisa tergantikan. Wanita memiliki posisi yang penting.

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
[An-Nahl:97]  

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka..."
[Sebagian dari An-Nisaa':34]


*Komentar yang membangun dengan bahasa yang baik lebih diutamakan :)

Spread The Love, Share Our Article

Related Posts

5 Response to Seperti Apa Keadilan dan Kesetaraan Gender Itu?

Luki
April 28, 2012 at 10:25 AM

Gender adalah segala pembedaaan yang muncul dari segi sosial budaya bukan seksual/kelamin. Sementara yang kodrat itu tentu saja menyangkut yang seksual/kelamin. Jadi masalah melahirkan, menyusui, itu bukan gender.

Ada pertanyaan juga:"Kalau perempuan berkarir lantas siapa yang mendidik anak?" Ini pertanyaan lama pendukung status quo dan patriarki.

Kewajiban untuk mendidik anak-anak juga bukan cuma tugas perempuan. Namun juga tugas bersama dengan laki-laki. Bahkan kalau dalam lingkup lebih luas juga tanggung jawab masyarakat dan negara.

Kalau dibebankan kepada perempuan saja, lihatlah bagaimana banyak bapak yang tiap pulang kerja cuma mau bersantai saja tidak mau melakukan pekerjaan rumah tangga. Tidak mau tahu istrinya yang dijadikan ibu rumah tangga bekerja di rumah selama 24 jam tanpa henti. Tidak mau tahu kalau anaknya menangis dan butuh ditangani juga.

Belum lagi kalau posisi perempuan semuanya hendak diletakkan pada posisi ibu rumah tangga sepenuhnya. Ini akan memunculkan dominasi laki-laki yang memonopoli sumber pendapatan ekonomi. Monopoli sumber pendapatan ekonomi akan cenderung mengarah ke monopoli pengambilan kebijakan. Ingat dalam agama laki-laki atau bapak/suami adalah pemimpin. Bukan diktator. Sehingga pengambilan keputusan harus dijelaskan dan dimusyawarahkan bersama anggota keluarga lainnya. Banyak sekali kasus dimana seorang ibu rumah tangga diam saja tidak berani bertindak ketika anaknya diperkosa ayah kandungnya karena ibu tersebut nafkahnya dipegang sang suami yang memperkosa anaknya sehingga dia takut kalau dicerai dia tidak akan bisa hidup atau makan sementara cari kerja belum tentu bisa.

Pemberian kesempatan kerja pada perempuan tidak saja akan meningkatkan daya tawar perempuan namun juga meningkatkan pendapatan dan taraf hidup keluarga. Untuk mendukung ini maka relevanlah perjuangan menuntut jam kerja maksimal 8 jam kerja, upah layak sesuai KHL, dan juga pengadaan tempat penitipan anak yang berkualitas dengan tenaga kerja yang ahli dan biaya yang terjangkau.

Perempuan lebih lemah daripada laki-laki itu mitos yang sengaja dipelihara. Tidak selalu laki-laki lebih kuat dari perempuan. Lihatlah Lisa Rumbewas, atlet angkat besi Indonesia. Dia kuat dan sehat. Tidak sembarang pria bisa melawannya. Ini belum termasuk puluhan dan bahkan ratusan atlet bela diri perempuan kita.

Pada kenyataannya diskriminasi tetap ada. Baik di tingkat negara maupun di tingkat keluarga. Ini tidak lepas karena masih bercokolnya feodalisme dengan kuat di Indonesia. Tingkat buta huruf misalnya lebih besar dari kaum perempuan padahal populasi perempuan lebih sedikit dari laki-laki. Ketika ada kasus perkosaan yang dipersalahkan jufa perempuan padahal mereka adalah korban. Sementara faktor eksternal lain misalkan jalanan yang minim penerangan jarang diungkit. Argumen yang dipakai selalu argumen moralis, bahwa perempuan tidak menutup auratnya. Sadarlah bahwa buruh migran-buruh migran kita di timur tengah semua menutup auratnya namun kasus pemerkosaan terhadap mereka lebih sering terjadi di timur tengah sana daripada di negara-negara yang lebih demokratis seperti di Hong Kong dan Singapore.

Jangan selalu prasangka SARA saja yang dipakai. Lihatlah permasalahan dengan lebih jernih. Kesataraan gender bukan berarti toilet dibuat sama dan sebagainya atau perempuan mau enaknya saja. Namun kesetaraan gender untuk menghapus diskriminasi yang tidak ada sangkut pautnya dengan kodrat/biologis.

April 28, 2012 at 10:02 PM

@ Luki

Thanks sudah mau komen, sampai banyak gitu... Hahaha... Makasih... Makasih...

Soal pekerjaan:
Seperti yang sudah saya tuliskan, di negara ini wanita boleh bekerja sesuai kompetensinya. Boleh jadi dokter, ahli hukum, atau bahkan presiden sekalipun. Saya tidak mengatakan wanita harus full jadi ibu rumah tangga kan?

Saya juga sudah tuliskan, bahwa memang banyak pria yang tidak becus jadi pemimpin. Ya kan?

Siapa bilang mendidik anak adalah hanya pekerjaan ibu? Baik ayah ataupun ibu, semuanya berkewajiban mendidik anak.

Kan saya sudah bilang, wanita dan pria itu setara, tapi memiliki perbedaan yang tidak disamakan. Jadi RUU ini mau bikin wanita dan pria sesetara apa lagi?

Soal Kekuatan:
Siapa bilang pria selalu lebih kuat daripada wanita? Kalo Anda membandingkan atlet wanita angkat besi dengan laki-laki biasa, ya jelas laki-laki itu kalah kuat. Saya juga pernah baca kok bocah perempuan yang sekuat hercules, mampu mengangkat beban ratusan kilogram. Ya saya tau itu. Bandingkanlah dengan atlet pria juga. Dan satu hal, kontes angkat besi juga tetap dipisahkan berdasar jenis kelamin kan?

Tapi tidakkah Anda lihat di kehidupan sehari-hari, untuk urusan angkat-angkat diserahkan kepada laki-laki? Secara umum (sekali lagi, secara umum) fisik pria lebih kuat. Dan saya rasa kurang pantas wanita disuruh angkat-angkat barang. Bukankah itu justru memuliakan wanita untuk tidak melakukan angkat-angkat barang? Tapi kalau wanitanya yang mau, ya itu beda soal.

Soal Pemerkosaan:
Tetap saja pemerkosa adalah yang tersalah, kan? Saya tidak mengatakan bahwa pemerkosaan terjadi adalah semata-mata kesalahan wanita. Dan Anda pernah dengar kasus wanita yang memperkosa pria di Papua Nugini dan Afrika?

Pemerkosaan yang terjadi di luar negeri, itu juga terkait dgn hukum di negara tersebut. Sayangnya negara kita tak terlalu kuat dalam berdiplomasi untuk melindungi TKW-TKW kita yang ter-dzalimi. Saya juga prihatin kok dengar berita TKW-TKW kita yang disiksa, diperkosa, sampai di hukum mati.

Soal Diskriminasi:
Indonesia adalah negara demokratis (literally) yang sudah sepatutnya menghapuskan diskriminasi. Saya juga tidak setuju kok dengan diskriminasi. Kan wanita dan pria sama-sama berhak menikmati hasil pembangunan.

Anda memberikan contoh diskriminasi dalam pendidikan. Mungkin masih ada orang-orang di pedalaman sana yang beranggapan wanita tak perlu sekolah tinggi-tinggi. Jujur, saya tidak sependapat. Wanita juga harus mendapatkan pendidikan yang baik. Kan saya sudah katakan, wanita adalah tiang negara.

Dan soal hak pendidikan kan sudah diatur dalam SisDikNas. UU yang lain juga sebenarnya sudah mengatur kok tentang diskriminasi. Yaaa... Mungkin pengimplementasiannya yang kurang sip. Masih bolong disana sini. Itu yang perlu kita perbaiki.

Jadi RUU ini? Kan kita memang setara :D

Mungkin Bang Luki bisa memberikan penjelasan kepada saya yang masih fakir ilmu ini tentang kesetaraan gender yang tidak terkait dengan kodrat/biologis. Kan perbedaan kodrat ini tentunya membawa kepada perbedaan peran dalam masyarakat. Dan yang saya tekankan adalah, wanita dan pria, dalam kesetaraannya, memiliki fungsinya masing-masing yang tidak tergantikan. Nah, tugas kitalah yang mengatur semua ini agar seimbang:)

April 9, 2016 at 9:33 PM

Saya ingin sedikit menambahkan mengenai hak hak politik perempuan dalam hukum modern..saya pernah membaca buku berjudul perempuan dan kekuasaan (menelusuri hak politik dan persoalan gender dalam islam)
Banyak sekali perselisihan tentang sejauh mana perempuan dapat menggunakan hak politiknya dalam pandangan islam ada beberapa pendapat dalam buku itu yg pertama mengatakan bahwa perempuan tidak mempunyai hak untuk menggunakan hak hak politiknya dengan argumen
1perempuan berbeda dg laki laki dalam aspek fisik,intelektual,dan moral
2.jika perempuan terlibat langsung dalam kegiatan politik itubakan membahayakan kehidupan keluarganya
3.dll
Pendapat kedua mengatakan bahwa adanya persamaan hak antara laki laki dan perempuan itu penting karena perempuan merupakan separo masyarakat mereka mempunyai kepentingan yang sama dengan laki laki.dari itu persamaan antara keduanya harus sama sama direliasasikan dalam mengatur urusan urusan negaradan hal itu tidak dapat terealisasi kecuali perempuan melaksanakan hak hak politiknya dengan sempurna
saya sangat tidak setuju jika ada yang mengatakaan bahwa perempuan hanya berada diranah domistik dan sangat lemah karena perempuan adalah pendidikan pendidikan pertama bagi generasi generasi bangsa

September 5, 2019 at 7:46 AM


Ayo Temukan Sendiri Kemenangan Anda di ToyotaQQ
Dengan Proses Depo dan Wede yang Super Cepat dan Respons LiveChat yang Kilat

Domino QQ

Domino 99

Capsa Susun

Adu Q

Sakong Online

Bandar Poker

Bandar Q

Poker Online

agen poker

situs poker

dominoqq

domino99

bandarq

kiu kiu

qiu qiu

Post a Comment

I'll be glad if you leave a comment below. But, please don't spam my blog. Any comments containing spams, porn matters, harassment, and insulting words will be deleted from Luka Angin.