Wednesday, March 14, 2012

Jujur Itu...

Categories: ,

Ketika Anda mengatakan sesuatu yang tidak Anda lakukan maka Anda dikatakan telah berlaku tidak jujur. Atau mengatakan tidak melakukan apa yang Anda lakukan juga bisa disebut tidak jujur. Lalu apakah kejujuran itu? Hmmm... Apa ya? Mungkin kesuaian antara laporan dan fakta di lapangan, atau kesesuaian antara perkataan dengan perbuatan. Well, Anda definisikan sendiri saja :)

Tapi buat saya, kejujuran tidak hanya pada tingkah laku yang nyata saja. Tapi juga pada hati. Saya menyebutnya sebagai Kejujuran Hati (bukan lagunya Kerispatih, lho yaa...). Apa itu kejujuran hati? Let me share my thought.

*O iya, ini hanya buah pemikiran saya. Mungkin tidak berlaku bagi orang lain.

Uhmmm... Mulai dari mana ya...? Mungkin mulai dari yang difavoritkan anak-anak muda aja (terutama cewek). CINTA. Ce ileee, cinta..? Galau nih? Well, enggak juga sih. Cuma berusaha memulai dari sesuatu yang populer supaya mudah dimengerti, hehehe...

Kalau di film-film percintaan, mungkin Anda pernah melihat salah satu karakter utama yang mulai galau gara-gara jatuh cinta dengan karakter yang lain. Si tokoh utama ini gak mau mengakui kalau dia jatuh cinta dengan (sebut saja) si A.

"Hah? Jatuh cinta ama cowok itu?. Gak mungkin...!!!"

Makin si tokoh utama ini berbohong pada dirinya sendiri, makin tersiksa dia. Namun begitu si tokoh utama mengakui kalau dirinya jatuh cinta pada si A, barulah dia mulai sedikit tenang. Setidaknya tidak segalau sebelumnya.

Nah, yang kayak begitu, saya menyebutnya sebagai ketidakjujuran. Tidak jujur dengan hati sendiri. Begitu si tokoh utama ini jujur pada diri sendiri, dia mulai sedikit tenang. Itu sebuah contoh saja. However, bohong model begini memang menyiksa. No other way, but be honest to your heart! Malah curhat... :D

*Untuk masalah cinta-cintaan saya sudah menuliskan sebuah artikel yang bertajuk, "Saat Cinta Menyapa"

Saat Bulan Ramadhan tiba, mungkin Anda beberapa kali melihat status-status yang kurang lebih berbunyi seperti berikut:

  • "Alhamdulillah, sudah dua kali. Back to Al Fatihah"
  • "Subhanallah, nikmatnya menghabiskan 2/3 malam untuk bermunajat pada-Nya"
  • "Lega sekali rasanya setelah bersedekah..."

Mungkin sang peng-update status meng-claim bahwa status itu sekedar untuk memotivasi orang lain untuk melakukan hal yang sama atau bahkan yang lebih baik. Wah, kedengaran mulia sekali. Tapi tunggu, memovitasi hal demikian melalui status Facebook? Walaupun sah-sah saja, tapi di mata saya ini lebih dekat kepada riya daripada memotivasi. Jika Anda ingin memotivasi, maka tunjukkanlah melalui perbuatan Anda, bukan melalui update status. Contoh yang nyata lebih mudah untuk diteladani daripada hanya melalui kata-kata saja. Lagipula, sang pembaca status juga tidak tahu apakah Anda benar-benar melaukukannya atau tidak. Mereka hanya membaca 'laporan' dari status Anda. Namun demikian, saya tidak bisa melarang Anda untuk memasang status yang Anda inginkan. Saya hanya bisa menyarankan.

Bukannya saya su'udzon dengan mereka yang men-update status demikian, tapi saya mengajak Anda dan saya sendiri untuk lebih jujur pada hati kita. Benarkah yang kita lakukan atas dasar niat yang benar? Kejujuran hati kitalah yang mampu menjawabnya.

Pernahkah Anda didatangi seorang sahabat yang ingin meminta pendapat Anda, namun ketika Anda memberikan pendapat yang kurang sesuai dengan sahabat Anda, sahabat Anda justru marah-marah? Pernahkah? Jika pernah, kemungkinan Anda telah menghadapi orang yang tidak jujur pada dirinya sendiri, pada hatinya sendiri. Kenapa? Karena yang namanya meminta pendapat ya harusnya dalam keadaan membutuhkan masukkan, dan bukan mencari dukungan. Pendapat yang didengar tak selalu sesuai dengan keinginan. Perkara pendapat tersebut akan dipakai atau tidak, itu hak si peminta pendapat. Itu lain kisah.

Nah, apa yang dilakukan sahabat Anda tadi sebenarnya bukan meminta pendapat Anda. Tapi meminta dukungan Anda atas pendapatnya. Ketika dia tidak mendapat dukungan, tak ayal dia marah-marah. Tapi sahabat Anda tidak sadar akan hal itu, tak sadar tentang keinginan sebenarnya. Yah, kejujuran hati memang harus ditelisik dalam ketenangan dan perenungan.

Kita adalah hamba Allah, kita memiliki kewajiban untuk beribadah kepada Allah SWT. Kita (yang pria) shalat berjama'ah di Masjid. Mengapa? Karena ada banyak teman-teman di kostan, bisa malu kalau tidak ke Masjid kah? Kita menghafal Al Quran, untuk apa? Supaya terlihat keren saat menjadi imam, kah? Banyak yang ingin belajar ke luar negeri, untuk apa? Supaya keren dan bisa jalan-jalan, kah? Dan masih banyak pertanyaan lainnya yang serupa. Mari kita lebih jujur pada diri kita sendiri sehingga kita bisa meluruskan kembali niat kita.

Untuk bisa jujur pada diri sendiri, jiwa Anda harus dalam keadaan tenang. Pun Anda harus melepaskan segala bentuk gengsi di dalam hati. Dengan demikian Anda bisa menelisik hati Anda sendiri dengan lebih dalam. Banyak orang tidak sadar bahwa mereka tidak jujur pada hati mereka sendiri. Butuh perenungan untuk bisa memahami hati sendiri.

Last but not least, Semakin Anda jujur pada hati Anda, semakin Anda mengenali diri Anda. Semakin Anda mengenali diri Anda, semakin Anda ikhlas dan tenang menjalani hidup Anda,

"Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan (yang ikhlas keimanannya)."
[Al-Maaidah : 85]

Spread The Love, Share Our Article

Related Posts

No Response to "Jujur Itu..."

Post a Comment

I'll be glad if you leave a comment below. But, please don't spam my blog. Any comments containing spams, porn matters, harassment, and insulting words will be deleted from Luka Angin.