Friday, October 14, 2011

Serumpun Namun Tak Rukun

Categories:

Dari judulnya pasti mudah ditebak siapa itu yang serumpun (alah, dari gambarnya saja sudah ketahuan). Yah, dua negara itu memang sering bersitegang, bahkan sejak dua negara itu masih berumur sangat muda. Tentunya kita masih ingat dengan pelajaran sejarah di Sekolah Dasar tentang "Konfrontasi Indonesia dan Malaysia". Presiden Soekarno menentang rencana Federasi Malaya, atau lebih dikenal dengan Persekutuan Tanah Melayu, untuk menggabungkan Sabah, Serawak, dan Brunei ke dalam Federasi Malaya di tahun 1961. Pasalnya, menurut Presiden Soekarno, rencana ini adalah bentuk pelangggaran dari Perjanjian Manila. Presiden Soekarno pun menganggap pembentukan Negara Malaysia hanya akan menjadi boneka Inggris, sehingga Inggris memiliki kontrol yang kuat di Asia Tenggara dan mengancam kemerdekaan Indonesia.

Saat demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, 1963, ketika para demonstran menyerbu gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia, merobek-robek foto Presiden Soekarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul Rahman -Perdana Menteri Malaysia saat itu- dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Presiden Soekarno terhadap Malaysia pun meledak. Akhirnya, Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Presiden Soekarno pun melancarkan gerakan yang terkenal, yaitu "Ganyang Malaysia!".  Agresi militer akhirnya meletus dan pada tahun 1966 Indonesia dan Malaysia menandatangani perjanjian perdamaian [Wikipedia].

Itu sekedar history review, sebagai cerminan masa lalu kita. Kita tidak akan membahas tentang perang itu. Sejarah tinggallah sejarah. Kita juga tak akan membahas tentang konflik budaya atas claim Malaysia terhadap beberapa produk budaya Indonesia. Tampaknya itu sudah basi. Dan lagi pula, Mbak Herpin sudah menuangkannya dalam catatan, "To Malaysia: Etikamu Disangsikan". Apalagi tentang Pulau Simpadan dan Ligitan yang akhirnya disahkan sebagai milik Malaysia. Nope. So, what are we gonna talk about then? Dalam hal ini, saya lebih memilih untuk introspeksi diri sendiri, ke dalam Indonesia sendiri.

Sebelum menginjak bahasan yang lebih jauh, di sini saya tegaskan bahwa saya sama sekali tidak membenci suatu warga negara tertentu. Saya memiliki banyak teman dari Malaysia, dan mereka juga sangat baik dengan saya. Tampaknya terlalu naif dan bodoh jika kita tidak suka dengan kebijakan negara tertentu lantas kita ikut membenci seluruh rakyat negara tersebut.

Oke, kita lanjutkan saja...

Akhir-akhir ini, isu konflik Indonesia dan Malaysia kembali menghangat, yaitu tentang 'pencaplokan' Malaysia terhadap wilayah Indonesia, yaitu daerah Camar Bulan, dan Pulau Gosong Niger [Republika, VivaNews]. Masalah perbatasan lagi. Mari kita renungkan sejenak tentang hal ini.

Mari kita berandai-andai, jika Anda seorang warga negara Indonesia yang tempat tinggalnya akan diambil oleh negara lain, apa yang akan Anda lakukan? Sebagai warga negara yang baik, tentunya Anda akan mempertahankan integrasi negara Anda, bukan? Kecuali Anda memiliki alasan yang bagus untuk tidak melakukannya. Lalu, apa yang terjadi dengan warga Camar Bulan?

Warga Camar Bulan bukan tidak tahu Malaysia melakukan banyak pembangunan infrastruktur. Bahkan mereka menyambut baik program itu. Kenapa? Karena mereka merasa lebih diperhatikan oleh Malaysia daripada oleh pemerintah Indonesia [Republika]. Pemerintah Indonesia tidak melakukan pembangunan infrastukur yang berarti di daerah itu. Alhasil, Camar Bulan terisolasi. Dan suatu hal yang wajar jika mereka merasa senang. Daerah mereka lebih maju dan berkembang saat ini berkat Malaysia. Peran pemerintah Indonesia? Sungguh sangat disayangkan. Sudah tahu demikian, pemerintah Indonesia justru terkesan mengalah [Republika]. Jadi sebenarnya siapa yang bermasalah? Mari kita introspeksi lagi.

Bahkan tidak sedikit warga negara Indonesia di perbatasan yang menjadi Polis Diraja Malaysia atau Tentara Diraja Malaysia [Republika]. Mereka menjadi aparat Malaysia tapi berstatus warga negara Indonesia. Apalagi ini? Tentu saja, lapangan pekerjaan. Lagi-lagi Malaysia lebih menjanjikan daripada Indonesia. Indonesia belum mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai. Ayolah, nasionalisme tanpa pembangunan itu omong kosong.

Saya masih ingat ketika masalah budaya Indonesia-Malaysia memanas. Saat itu saya masih di USA. Dua belah pihak saling melemparkan caci maki, dan sungguh kata-katanya sangat tidak menyenangkan. Para hacker pun ikut turun tangan, perang cyber tak terelakkan (sorry, mungkin kali ini agak lebay). Jujur saja, saya juga sempat tersinggung hingga tak bisa tidur. Bagaimana saya bisa tidur sementara bangsa saya dicaci maki dan dibodoh-bodohkan? Saya juga sempat 'terbakar' saat duduk sambil menyaksikan tim Malaysia (Chinese Malaysian) membawakan lagu Rasa Sayange di Maryland, USA, dan mengatakan pada hadirin bahwa itu lagu rakyat Malaysia. Sayangnya mereka tak hafal liriknya, bahkan tampaknya mereka tak pandai Bahasa Malaysia (aneh ya?). Hhhh... Ya sudahlah. Saling lempar caci-maki takkan pernah menyelesaikan masalah. Caci-maki hanya menumbuhkembangkan kebencian. Dan tidaklah pantas masyarakat terpelajar mengeluarkan caci-maki dari mulutnya.

Foto ini diambil saat dilaksanakan program pertukaran pelajar Yayasan Pendidikan Telkom, Indonesia dengan Yayasan Universiti Multimedia, Malaysia

Saya pun sebenarnya ingin bersikap patriotis dan nasionalis. Tapi terkadang rasa itu hilang ditelan maraknya korupsi, birokrasi yang berbelit-belit, dan juga mental pengemis beberapa warganya (untuk soal mental pengemis, lihat saja di link ini). Kita sama-sama tahulah bagaimana negara ini dikelola. Tampaknya Reformasi 1998 belum mencapai targetnya. Aduhai, negeriku...

So what are we supposed to do? Jika memang kita ingin menguatkan posisi kita di dunia internasional, maka bukan caci-maki yang harus kita tunjukkan, tapi prestasi. Tidak usah banyak omong, tunjukkan saja apa yang  bisa kita lakukan untuk Indonesia. Saya justru lebih menghargai karya nyata seperti yang dilakukan Mang Udjo, pemilik Saung Angklung Udjo di Bandung. Saung Angklung itu menyuguhkan berbagai macam lagu-lagu asli Indonesia, termasuk Burung Kakak Tua. Saung Angklung ini memberi kontribusi nyata untuk menonjolkan budaya Indonesia di tataran Internasional, dan membuat masyarakat internasional tahu bahwa Burung Kakak Tua itu lagu Indonesia. Itu sekedar contoh saja.

Ayolah, kita tahu bahwa kita sudah tertinggal di berbagai aspek dengan Malaysia. Coba saja kunjungi negera berbendera Jalur Gemilang itu. Bahkan Malaysia sudah bisa mengirimkan astronotnya ke bulan [Kompasiana]. Astronot Malaysia itu adalah Muslim dan orang Asia pertama yang pernah menjejakkan kakinya ke bulan (itu kalau Rusia tidak dimasukkan dalam kelompok negara-negara Asia). Bahkan karena hal itu, Malaysia sampai menerbitkan tuntunan shalat dan puasa di ruang antariksa. Menariknya sang astronot merayakan Idul Fitri di luar angkasa. Keren kan? Lalu bagaimana Indonesia? Tampaknya pemerintah dan wakil rakyat kita masih sibuk untuk mengenyangkan dan mempersiapkan tabungan hari tua mereka. Whatever lah. Mari kita siapkan daya dan upaya kita untuk terus berprestasi dan tunjukkan pada dunia betapa besarnya bangsa Indonesia. Bangsa yang besar, bukan bangsa pengemis!

Karena rakyat Indonesia dan Malaysia mayoritas beragama Islam, ijinkanlah saya menutup luahan hati saya ini dengan ayat Alquran dan hadits yang sudah mahsyur:

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara . Karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu itu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat ." 
[Q.S. Al-Hujurat : 10 ]

Dari lbnu `Umar ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: "Muslim yang satu adalah bersaudara dengan muslim yang lain, oleh karena itu, ia tidak boleh menganiaya dan mendiamkannya. Barangsiapa yang memperhatikan kepentingan saudaranya itu maka Allah memperhatikan kepentingannya. Barangsiapa yang melapangkan satu kesulitan terhadap sesama muslim maka Allah akan melapangkan satu dari beberapa kesulitannya nanti pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menyembunyikan rahasia seorang muslim maka Allah menyembunyikan rahasianya nanti pada hari kiamat".
[Riwayat Bukhari dan Muslim]

Spread The Love, Share Our Article

Related Posts

No Response to "Serumpun Namun Tak Rukun"

Post a Comment

I'll be glad if you leave a comment below. But, please don't spam my blog. Any comments containing spams, porn matters, harassment, and insulting words will be deleted from Luka Angin.